Sabtu, 27 November 2010

Ruang Sisa Surabaya




Surabaya belum ramah kepada warganya.

Siang panas, beberapa meter dari Tugu Pahlawan, hiduplah perkampungan miskin di pinggir rel kereta. Mereka adalah saksi panasnya Surabaya. Sanitasi dan kesehatan ada di tangan Tuhan, begitu pikiran mereka. Rel kereta adalah ruang publik, tempat berkumpul, bergosip, bermain petak umpet dan menjemur nasi sisa. Rel kereta, mungkin dalam pemikiran dekonstruktifisme, adalah ruang yang terbaurkan fungsi dan batasan ruangnya. Saling mengisi antara jalan kereta api dan halaman rumah. Semua melebur ditengah kesemrawutan. Tiap anak terdidik dari bahaya yang mengancam oleh tertabrak kereta api. Inikah Surabaya? Kita mengais ruang sisa, mencari habitat di sisa-sisa peradaban industri dan moderenitas. Atau ruang sisa itu sendiri adalah peradaban baru?

Selasa, 31 Agustus 2010

Arsitek Kadang Suka Mengada-Ada


Privasi : Perenungan dari Rumah Silaban




Ada satu hal yang saya tolak dari pemikiran Silaban, yaitu mengenai privasi. Di salah satu artikel, Silaban menyatakan

"Pada Kenyataannya, hampir semua aktivitas manusia tidak memerlukan privasi. Di Jepang, contohnya, mereka menyatakan bahwa di dalam rumahnya dinding tidak terlalu diperlukan".

Rumah pribadi Silaban bahkan memiliki nilai privasi rendah. Selain kamar tidur utama, dapur dan garasi, semua ruangan tak benar-benar tertutup 100%.

Menurut anaknya, Panogu, semua kamar anak-anaknya tak memiliki privasi yang cukup. Silaban pernah berkata, "Jika kamu ingin privasi, kamu dapat pindah dan hidup di rumahmu sendiri sebab ini rumahku". Ajaib, pemikiran seprti ini keluar dari manusia yang menjunjung nilai kemoderenitasan.

Mungkin cara pandang kita berbeda mengenai hal ini walaupun saya sepaham dengannya dalam menjunjung tinggi nilai kenyamanan. Lalu apa itu kenyamanan sebenarnya. Tiap manusia, desainer, arsitek, punya beragam jawaban.

"Atap adalah Keseluruhan Rumah!", kata Silaban. Dari Mangunwijaya, Silaban, bahkan anak bawang seperti saya pasti mengangguk setuju. Atap mempengaruhi kenyamanan thermal. Atap mempengaruhi kenyamanan cahaya. Jadi apakah thermal mempengaruhi kenyamanan? Ya. Apakah cahaya mempengaruhi kenyamanan? Ya. Apakah privasi juga mempengaruhi kenyamanan? Saya pribadi menjawab YA dengan huruf besar. Pelajari kembali perilaku manusia!

Renungkan!
* Andaikan kamar yang disewa Ariel tak beratap dan berdinding, tak berprivasi, pasti ia tak nyaman membuat film box office
* Andaikan markas Osama bi Laden Tak beratap dan berdinding, tak berprivasi, pasti ia tak nyaman karena merasa selalu diintai satelitnya Bush
* Andaikan mobil anda tak beratap dan berjendela gelap, nyamankah anda berselingkuh di dalamnya?



beberapa dibajak dari
mAAN.2008.Rumah silaban.mAAN Indonesia Publishing
Nelson, Charles. Managing Quality in Architecture
http://www.flickr.com/photos/21635913@N03/3023943739/

Jumat, 05 Februari 2010

Tak Perlu Lagi ke Amsterdam Untuk Berselingkuh Karena Ada yang Lebih Murah di Indonesia




Saat membuka foto-foto liburan saya di facebook yang penuh skandal dan gosip panas, tiba-tiba hp saya berbunyi. Ada SMS masuk. Waktu itu pukul 11.30 malam.
"Ta makasi ya, Aku seneng hari ini. haha, tapi temen2ku heboh. Mereka shock ngeliat gang Dolli. Jd penasaran".

Aku cuma senyum melihat smsnya. Surabaya memang identik dengan Dolly dan siapapun yang per tamakali ke Surabaya, pasti ingin melihat Dolly. Sekedar info, si si pengirim adalah teman saya yang berdomisili di Bandung. Dia kelahiran Surabaya, tetapi sudah lama meninggalkan Surabaya sejak kecil. Saat sms itu dikirim, ia sedang berkunjung ke Surabaya. Dan sms itu dikir im hanya beberapa menit setelah aku mengantarkannya pulang ke penginapannya dari berkeliling Surabaya. Saat jalan-jalan itu dia menolak untuk kuajak melihat Dolly yang terkenal itu. Ternyata dilain pihak, temannya dari Bandung (temannya tak ikut kami jalan bersama, melainkan jalan-jalan sendiri) ternyata menyambangi Dolly.

Aku jadi teringat kembali liburanku di Semarang barusan. Aku buka lagi foto-foto Facebook tadi. Oh God, ada foto aku dan tempat penginapanku yang mesum yang di dindingnya ada poster anjuran memakai kondom. Ini hotel apa ya? Akhirnya teman wanita saya meminta untuk pindah penginapan karena takut menginap lebih lama di daerah prostitusi itu.

Ada sesuatu yang menggejala di negara ini di mana prostitusi atau terkadang aku mengistilahkannya dengan "perselingkuhan berbayar" menjadi objek wisata tersendiri. Moamar Emka adalah orang yang cukup gila karena menulis buku-buku prostitusi di Indonesia sampai berseri-seri. Saya cendurung mencurigai otaknya sudah dijual dipasaran sehingga dia aneh. Hahaha, salut Bro! Gejala ini bisa menjadi komoditas eksport Indonesia. Perselingkuhan berbayar!

Sehari sebelum ke Semarang, aku berkunjung kerumah temanku, Dita di Wonosobo.
"Gimana pacarmu?", tanyanya.
"Pacar dari Hongkong", jawabku.
"Dasar pria, selingkuh tiada tara." balasnya.
"Cangkemmu!"
Jelas sudah diotaknya sudah tak jernih lagi.

Semua kisah perjalanan di atas ternyata menginspirasikan aku untuk judul tugas akhirku di sekolah arsitekturku. Judul tugas akhir aku nantinya adalah "Dolly Centre, The Most Romantic Red Light Distric In Asia". Entah gimana desainnya aku tak tahu.

gambar diambil dari http://www.flickr.com/photos/merwing/2480142431/sizes/o/

Selasa, 19 Januari 2010

You Don't Have To Promise Me The Moon or Stars, Just Promise That You Will Stand Under Them With Me




Diambil dari sebuah situs yang tak sengaja saya lihat pagi ini ketika menunggu sms.

"You don't have to promise me the moon or stars, just promise that you will stand under them with me."

Saya merasa ingin menggosok gigi sambil memikirkan kenapa kita tak pernah berbagi pasta gigi yang sama.




Senin, 18 Januari 2010

Berbagi




Berbagi dalam kekalahan memang menyakitkan. Pernahkah kau membayangkan apa yang dikatakan kaisar Jepang dihadapan istrinya saat Hiroshima dijatuhi bom atom? Menangiskah Zinadine Zidane didepan istrinya saat Perancis gagal menjadi juara dunia 2006 padahal kemenangan sudah didepan mata?

Satu adegan yang selalu saya ingat dari film Inglourious Basterds adalah adegan seorang tentara Nazi yang sekarat karena dia ditembak oleh seorang wanita yahudi, cintanya. Sang wanita yang tadinya membenci tentara Nazi ini lalu jatuh hatinya saat melihat orang yang dicintainya sekarat ditangannya. Adegan diakhiri dengan manis, menurut pandangan saya. Saat wanita itu mendekat, si tentara memberika tembakan ke wanita yang dicintainya dan mereka mati bersama. Poinnya adalah tak selamanya cinta itu harus berbagi ciuman, tapi saling berbagi tembakan pun bisa menjadi keromantisan sendiri.

Atau dalam film New York I Love You, sepasang kakek nenek yang membagi cintanya dengan berantem.

Ya saya memiliki jeruk yang rasanya asam luar biasa di dalam tas saya disamping daftar nilai kuliah saya semester ini yang berantakan. Adakah yang mau berbagi ketaknyamanan ini?