Jumat, 18 April 2014

Just Like Heaven

Hari minggu yang cerah, saya duduk di bangku trotoar. Cerah jika di Indonesia bisa diterjemahkan sebagai cuacana yang panas terik. Saya tak begitu suka saat seperti ini, tetapi ini anugrah.

Seorang teman pernah bertanya, apa keajaiban dalam agama saya. Saya mengingat-ingat kisah-kisah dalam pelajaran agama. Banyak kisah-kisah yang ajaib, tetapi itu jaman nabi-nabi sebelum agama saya tercipta. Dan ceritanya seperti penuh bercampur dengan unsur dongeng ang dilebih-lebihkan. Saya tak begitu suka dengan dongeng.

Lama saya mengingat-ingat. Akhirnya saya berkata bahwa agama saya tidak ada keajaiban.

Dia tersenyum, lalu bertanya kenapa saya meyakini agama saya kalau begitu.

Saya berpikir lagi. Tidak tahu harus menjawab apa. Saya cuma meyakini bahwa saya mencari Tuhan, bukan pemain sirkus. Saya hanya mencari eksistensi alam dan penjelasan dibaliknya.

Langit yang cerah, hujan yang lebat, sapi yang memakan rumput, sistem tata surya yang teratur.

Saya suka menggambar. Sekali menggambar membutuhkan waktu 1-2 jam. Ketika menggambar, saya berusaha membuat keadaan sekitar itu soalah berhenti 1-2 jam, lalu menggambarnya di kertas. Mengamati tiap detail bangunan, pohon, manusia, awan, angin dan saya tidak tahu mungkin ada malaikat lewat yang tergambar.

Makin sering saya menggambar, makin banyak detail yang saya amati. Sampai akhirnya di suatu minggu pagi yang cerah, ketika sedang menggambar, saya ingat pertanyaan teman tentang keajaiban dalam agama. Yah saya tahu jawabannya. Saya tidak perlu keajaiban. Tiap menggambar saya menemukan keajaiban dan itu lebih menyenangkan dari sekedar melihat pertunjukan sirkus. Keajaiban itu adalah eksistensi alam yang sering saya gambar di kertas.

Tidak ada komentar: