Si ibu memasukkan anaknya ke sanggar lukis dan si bocah tersebut diajar langsung oleh dua orang pelukis terkenal di kota tersebut yang tingkat kesabarannya tak bisa dilukiskan. Dan sekarang si bocah dan crayonnya itu seperti Harry Potter dan tongkat sihirnya.
Minder pasti ada tiap si bocah melihat karya orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi si ibu selalu mendorong. Perlahan kemenangan demi kemenangan ditiap kompetisi menggambar menghampiri, pameran lukis ia ikuti. Walau bukanlah pelukis yang hebat, si bocah mulai dikenal di komunitas.
Waktu berlalu, crayon itu mulai habis dan rusak dan tergantikan dengan crayon baru. Tetapi si bocah tetap menyimpan kotak crayon tersebut beserta sisa-sisa kecil crayonnya untuk kenang-kenangan. Sampai akhirnya, ketika pindah rumah ke kota lain saat SMA, crayon tersebut si bocah wariskan ke keponakan yang baru mulai menggambar. Setiap perpisahan pasti menghasilkan kesedihan.
Sekarang si bocah sudah dewasa, menjadi seorang arsitek dan masih tetap menggambar. Seiring kondisi perekonomian pribadi yang lebih baik, peralatan gambarnya pun sekarang jauh lebih lengkap. Tetapi si bocah tak akan melupakan crayon mewah pertamanya. Dari sana segalanya bermula. Dari garis pertamanya, dan mimpi-mimpi masa kecil si bocah.
Published with Blogger-droid v1.7.2
2 komentar:
nice one!
manis one!
Posting Komentar