Sabtu, 19 April 2014

Taman Fatahillah

Kalau melihat lukisan-lukiasan jaman kolonial, daerah ini banyak pohon besar. Teduh. Plasanya dari rumput dan tanah. Sekarang gersang tanpa pohon, plasanya dibeton. Mungkin ingin seperti plasa-plasa di Italia. Bersih dengan skala arsitektur yang agung mengagumkan.  Masalahnya di sini panasnya luar biasa. Coba saja kamu duduk di situ, lalu melukis seperti orang-orang Italia. Lima menit sudah ingin pulang saking panasnya. Harusnya diberi banyak pohon seperti yang ada dilukisan kolonial, agar bisa bertamasya dengan nyaman.

Jumat, 18 April 2014

Foodcourt Pasaraya Grande

Saya sebenarnya tidak suka gambar ini. Proporsinya berantakan, coloringnya amburadul, komposisi kacau.  Dibikin di basement pasaraya grande, lapar nunggu pesanan makanan datang. Tempatnya bagus, tapi rasa makanannya hancur sehancur gambar ini. Tetapi orang bijak pernah bilang, sejelek-jeleknya anakmu, kau tak rela membuangnya. Begitu juga dengan masakan bikininan kita, juga gambar bikinan saya ini.

Just Like Heaven

Hari minggu yang cerah, saya duduk di bangku trotoar. Cerah jika di Indonesia bisa diterjemahkan sebagai cuacana yang panas terik. Saya tak begitu suka saat seperti ini, tetapi ini anugrah.

Seorang teman pernah bertanya, apa keajaiban dalam agama saya. Saya mengingat-ingat kisah-kisah dalam pelajaran agama. Banyak kisah-kisah yang ajaib, tetapi itu jaman nabi-nabi sebelum agama saya tercipta. Dan ceritanya seperti penuh bercampur dengan unsur dongeng ang dilebih-lebihkan. Saya tak begitu suka dengan dongeng.

Lama saya mengingat-ingat. Akhirnya saya berkata bahwa agama saya tidak ada keajaiban.

Dia tersenyum, lalu bertanya kenapa saya meyakini agama saya kalau begitu.

Saya berpikir lagi. Tidak tahu harus menjawab apa. Saya cuma meyakini bahwa saya mencari Tuhan, bukan pemain sirkus. Saya hanya mencari eksistensi alam dan penjelasan dibaliknya.

Langit yang cerah, hujan yang lebat, sapi yang memakan rumput, sistem tata surya yang teratur.

Saya suka menggambar. Sekali menggambar membutuhkan waktu 1-2 jam. Ketika menggambar, saya berusaha membuat keadaan sekitar itu soalah berhenti 1-2 jam, lalu menggambarnya di kertas. Mengamati tiap detail bangunan, pohon, manusia, awan, angin dan saya tidak tahu mungkin ada malaikat lewat yang tergambar.

Makin sering saya menggambar, makin banyak detail yang saya amati. Sampai akhirnya di suatu minggu pagi yang cerah, ketika sedang menggambar, saya ingat pertanyaan teman tentang keajaiban dalam agama. Yah saya tahu jawabannya. Saya tidak perlu keajaiban. Tiap menggambar saya menemukan keajaiban dan itu lebih menyenangkan dari sekedar melihat pertunjukan sirkus. Keajaiban itu adalah eksistensi alam yang sering saya gambar di kertas.

Rabu, 16 April 2014

Frank Wright

Gambar ini saya tiru dari bukunya Frank Lloyd Wright, salah satu arsitek paling berpengaruh di jamannya.